Bicara soal provider GSM tentu kita
kenal banget dengan brand-brand seperti Telkomsel, Indosat, dan XL. “Tiga besar” brand provider ini sudah
sedemikian melekatnya di masyarakat pengguna ponsel di Indonesia. Muncul pada
90an, hingga kini ketiga brand ini masih eksis bahkan masih terus bertumbuh.
Hal ini dikarenakan strategi dan inovasi layanan yang seolah tak pernah
berhenti mereka lakukan untuk terus menggaet market pengguna ponsel di
Indonesia. Dan bukan itu saja, strategi promosi yang mereka lakukan pun ngga
sekadar gencar beriklan, tapi juga dengan pesan unik, konsep matang, dan
berseri, terutama kalau kita membandingkannya dalam setiap TVC yang mereka
luncurkan.
Hingga lebih dari 10 tahun mereka
berdiri seolah takkan ada lagi pemain di pasar ini, tapi mulai 2007, “tiga
besar” ini mendapat penantang yang turut meramaikan market provider GSM
di Indonesia. Dimulai dari 3/ Tri (2007) hingga yang paling akhir bertelur adalah
Axis (2008).
Bukan berarti so nebak tanpa alasan,
tapi dengan kokohnya si “tiga besar”, saya sempat berpikir “si bungsu” 3 dan
Axis ngga akan bertahan lama. Mengapa demikian? Ini lho yang saya pikirkan.
1. Pemain lama
Ini sudah jelas dong! Telkomsel, Indosat, dan XL
sudah berdiri lebih dari 10 tahun di Indonesia. Dari sisi brand image juga
sudah pasti konsumen ngga akan lari ke mana-mana lagi kecuali ke tiga nama
besar ini. Jadi, pas awal “si bungsu” 3 dan Axis ini muncul diantara tiga nama
besar ini, saya cuma bisa bilang, “Serius loe (mau ‘main’ di sini)??!”.
2. Pertumbuhan angka pengguna ponsel
Pasar gadget dan ponsel di awal milenium berkembang
pesat, semuanya serba cepat berganti. Brand kayak Nokia aja hampir tiap bulan
selalu punya produk baru. Dengan kata lain harga-harga cepat berubah dan
semakin murah, daya beli masyarakat pun semakin tinggi. Ponsel bukan barang
mahal lagi. Meningkatnya angka pembelian ponsel pun tentu memengaruhi
pertumbuhan para provider GSM saat itu. Makin banyak orang beli ponsel makin
banyak pula nomor yang dibeli orang. “Nah trus ‘si bungsu’ baru nongol hari
gini??! Ngga takut ngga dapat ‘kue’ gitu ya?!” lanjut saya.
3. Konsisten berinovasi
Nah, sekarang makin jelaslah, namanya juga
perusahaan besar, menghadapi pertumbuhan pesat ini tentu mereka makin kencanglah
berpromosi. Dan bukan sekadar promosi dengan iklan biasa-biasa aja, tapi dengan
cara yang sangat menurut saya sangat friendly buat masyarakat, walau di satu
sisi jadi kelihatan kayak perang tarif, but it works. Murah-murahan tarif plus
bonus-bonus lainnya yang disebar lewat flyer, print, dan TVC selalu menghiasi
keseharian kita saat itu. Hingga akhirnya ikut mengundang minat konsumen untuk gonta-ganti
nomor (dengan service provider berbeda). Sampai-sampai keluar kebijakan
pemerintah bahwa setiap nomor yang dibeli harus diregistrasi terlebih dahulu.
Hal ini dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan yang dilakukan pihak-pihak tak
bertanggungjawab. Nah dengan promosi dan inovasi layanan yang terjaga
konsistensinya ditambah dengan kebijakan seperti ini, “Makin ngga jelas nih “si
bungsu” posisinya,” pikir saya.
4. Kekuatan finansial dan infrastruktur
Sebagai
perusahaan besar yang sudah established lebih dari 10 tahun tentu mereka
“megang” banget di bidang ini, terutama dalam hal ini adalah kemampuan
finansial dan infrastruktur yang dimiliki. Ratusan bahkan mungkin sampai ratus ribuan
BTS dan kantor cabang telah mereka miliki di seluruh Indonesia, di mana hal ini
tentu akan memengaruhi nilai pelayanan sebuah brand. Kasarnya kalau boleh
bilang, kuat-kuatan sinyal aja deh! Hampir dipastikan “tiga besar” ini yang
paling kuat kalau dibandingkan “si bungsu”. Nah, pertanyaan terakhir yang
muncul di benak saya kepada “si bungsu”, “Masih pede mau ‘nyemplung’ di sini?”.
Tapi seiring berjalannya waktu,
pikiran-pikiran saya sebelumnya ini makin terkikis, berganti dengan kekaguman
terhadap “si bungsu”. Soalnya, masing-masing brand, baik 3 (Tri) maupun Axis
cukup membanggakan lho di awal kehadirannya; 3 (Tri) berhasil mencapai satu
juta aktivasi hanya dalam waktu tiga bulan sejak produknya di launch, sementara
Axis dalam waktu tiga tahun telah menjangkau lebih dari 80 % populasi
Indonesia, malah sekarang Axis sebagai operator keempat di Indonesia dalam hal
luas wilayah jangkauan (sumber: www.axisworld.co.id).
Nah diantara “si bungsu” ini yang
paling saya sukai beberapa waktu ke belakang ini adalah Axis. Bukan karena saya
pakai nomornya tapi karena iklan-iklannya. Sebuah contoh bahwa iklan pun kalau
punya message dan eksekusi yang bagus bisa membuat orang mengapresiasi iklan
tersebut. Dengan orang mengapresiasi iklan tersebut (apalagi kalau positif) brand
name pun semakin melekat, brand name semakin lekat maka semakin dekat pula
dengan konsumen, konsumen semakin dekat jualan pun jadi lebih mudah.
Masih cukup segar mungkin di ingatan
kita iklan-iklan TVC Axis yang sangat menghibur. Ingatkah Anda betapa
menyebalkannya sosok sok hemat yang diperlihatkan seorang cowok dengan
panggilan khas “beibeb...” kepada pacarnya, dan seorang ibu rumah tangga? Atau
juga iklan Axis versi bayi ajaib, sampai
yang terbaru ini adalah Joni Blak-blakan.
Kalau lihat dari karakter promosinya
pantaslah kiranya kalau Axis menerima berbagai penghargaan bergengsi, salah
satunya adalah Best
Growth Story of the Year Award pada TMT Finance & Investment Middle East 2011. Hal ini diraih Axis atas kinerja
pada tahun sebelumnya, di mana mereka berhasil meraih profit perusahaan dua
kali lipat pada tahun 2010. Selain penghargaan tersebut ada juga penghargaan
yang diraih dalam Selular
Awards 2011 untuk
kategori The Best Marketing Program
dan The Best Mobile Data Service for GSM.
Nah, ngga heran kan angka pengguna Axis sekarang hingga Maret
2011 lalu sebesar 10 juta pengguna (sumber: http://bit.ly/pGHnA0).
Tentunya, sebagai “si bungsu” yang
baru masuk di medan operator seluler banyak langkah dan strategi yang perlu
dilakukan Axis untuk tetap bisa eksis, bahkan bertumbuh. Tapi di sini kita ngga
usah mikir terlalu rumitlah! Saya mau menyampaikan yang sederhana aja, terutama
dari cara Axis bisa eksis.
1. Identity
Hampir sama dengan 3 (Tri) saat
pertama muncul, yaitu keduanya punya identitas yang kuat. Masih ingat kan
perang si “tiga besar” ini sempat dianalogikan lewat warna-warna sesuai
corporate colornya? Nah, Axis maupun 3 (Tri) justru keluar dari pakem itu,
mereka muncul dengan membawa ciri khas tersendiri terutama dari brand logo,
brand design, dan brand color. Ketiga unsur ini saling melengkapi dalam
penyampaian komunikasi mereka ke konsumen. 3 (Tri) dengan angka “3”nya yang
nyeleneh sementara Axix muncul dengan paduan warna yang tidak umum, yaitu
magenta bercampur ungu bercampur kuning. Hal ini menjadikan setiap brand ini
menonjol saat orang melihat media promosinya. Sebuah permulaan yang baik untuk
sebuah brand dengan pemain-pemain besar yang sudah established.
2. Menyiasati
“perang”
Ini yang paling menarik. Tentu
kita juga merasakan sekali perang tarif diantara “tiga besar” operator seluler.
Saling menyerang, membalas, dan menjatuhkan, seringkali dijadikan bahan utama
pesan dalam setiap promosi mereka. Tapi lihatlah apa yang dilakukan Axis, ia
justru menjauh dari cara itu. Ada yang mungkin mengatakan Axis menghindari
“perang”, tapi saya lebih senang menyebutnya dengan menyiasati “perang”. Saat
tiga pihak saling beradu “perang”, Axis dengan santainya melenggang di jalur
berbeda, yang nyatanya lebih fokus pada benefit yang akan didapatkan konsumen
yang menggunakan layanannya.
3. Tell
benefit through humor
Alih-alih terlibat dalam “perang”
tarif, mutu, kualitas, dan lainnya, dengan si “tiga besar”, Axis menggunakan
komunikasi dan eksekusi yang berbeda untuk menyampaikan benefit yang didapatkan
pengguna, yaitu humor. Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya
contoh-contoh iklan terutama TVC yang dibuat Axis berhasil mengena di
masyarakat justru saat mengangkat tema-tema keseharian yang disampaikan dengan
gaya humor. Orang senang, banyak yang mengapresiasi positif tentang
iklan-iklannya terutama TVC.
Ibaratnya anak kecil yang punya
salah, seringkali kita salah mengartikan bahwa semakin orang tuanya keras
membentak berarti anak akan diam dari nangisnya dan mengerti salahnya. Padahal
ngga begitu. Mungkin si anak akan diam, tapi ngga membuat dia mengerti.
Nah kurang lebih begitulah yang saya
liat pada iklan-iklan Axis. Axis ngga berusaha menjejali pikiran orang tentang
harga murah, paket hemat, dan lainnya, lewat eksekusi yang rasanya ngga bisa
menyentuh masyarakat kita saat ini. Melainkan Axis menyampaikan segala benefit
tersebut melalui contoh aktivitas keseharian di masyarakat kita yang bisa
menjadi lebih mudah bila kita menggunakan kartu Axis. Bukan sekadar menari berputar-putar
atau malah menampilkan sosok mahluk halus, ngga nyambung kan jadinya?!
Tapi betulkah iklan-iklan Axis ini
menyentuh banyak orang? Silakan googling, ketik aja “iklan Axis”. Anda yang
nilai sendiri apresiasi apa yang diberikan orang-orang tentang “iklan Axis”.
Sumber gambar: axisworld.co.id
Posting Komentar