Ambil Hati Konsumen dengan Kustomisasi
Beberapa minggu yang lalu saya menyempatkan diri untuk sekedar berjalan-jalan ke kawasan Lembang, Jawa Barat. Melintasi jalan dengan pemandangan alam memang menyenangkan, tapi selain itu ada pemandangan unik yang “sedikit” mencuri perhatian saya. Di sepanjang jalan ke Lembang banyak sekali terdapat warung-warung kecil yang menjual beberapa makanan untuk “mengganjal” perut, namun yang saya amati menarik bukan makananya, tapi sign warung nya.
Seperti yang sering kita jumpai di jalan-jalan besar, banyak sekali warung2 yang sign maupun tembok nya disponsori oleh brand tertentu, seperti rokok, profider telpon, maupun minuman, dan biasanya sudah memiliki template khusus (yang seragam atau senada) dan disertai nama warung/toko tersebut.
Menariknya saya coba amati beberapa sign dari brand Torabika, saya melihat sang model yang digunakan terlihat sangat alami, bahkan terlihat seperti bukan model iklan/talent iklan yang biasa kita lihat di billboard-billboard ataupun iklan2 majalah. Dan dari segi photo editing juga terkesan tidak terlalu melalui proses editing yang maksimal. Bukan hanya dari segi foto, setelah saya amati di sepanjang jalan, ternyata “sang model” tersebut sangat banyak (orang yang berbeda-beda).
Sampai saya membuat tulisan ini saya belum mendapatkan informasi yang akurat mengenai penggunaan “model lokal” ini, namun berdasarkan pengamatan pribadi saya, saya simpulkan bahwa penggunaan model ini adl salah satu cara Torabika mendekatkan diri dengan masyarakat umum, dengan cara menggunakan model dari (mungkin) pemilik warung atau masyarakat setempat. Jika biasanya sebuah sign toko dibuat dengan model khusus, maka langkah Torabika menggunakan model “biasa saja” ini saya acungi 2 jempol, mengapa?
1. Grab more attention
Keluar dari kebiasaan/pakem memang selalu menimbulkan perhatian lebih dari berbagai pihak, begitu juga yang terjadi dengan penempatan sign toko yang tidak standar dari Torabika. Saat banyak brand membuat sign nya persis sama (hanya tulisan nama tokonya saja yang berbeda). Torabika cukup berani dengan berusaha membedakan salah satu unsur yg “grab attention” yaitu image / gambar.
2. Many people happy
Bukan hanya konsumen saja yang butuh dibuat happy, tapi pihak-pihak yang membuat produk kita (produsen) sampai ke tangan konsumen juga butuh dibuat happy. Dengan menggunakan model dari “kalangan sendiri/lokal” maka si pemilik warung ataupun masyarakat sekitar memiliki kesempatan untuk eksis, minimal di lingkungannya, palagi ditambah dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang suka “ngerumpi” :)
3. Closer to target market
Menggunakan model yang cantik dan menarik memang baik, namun menggunakan model yang dekat atau serupa dengan kalangan target market adalah pilihan yang lebih tepat.
Oke, jika kita bicara kustomisasi di dalam negeri, maka sekarang saya akan coba bandingkan kustomisasi yang dilakukan oleh Starbuck, salah satu brand kopi dari luar negeri:
Pada prinsipnya apa yang dilakukan oleh Starbuck tidak terlalu jauh berbeda dengan yang dilakukan Torabika, yaitu sama-sama melakukan kustomisasi cara berkomunikasi kepada target marketnya.
Hanya saja cara yang dilakukan cukup berbeda dan disesuaikan dengan target marketnya.
Komunikasi adalah kunci dari pengertian, dan komunikasi yang custom bukan hanya membuat org mengerti, tapi juga membuat happy.
Sudah coba buat brand anda?
creative sales
Posting Komentar